Memasuki usia 23 Tahun adalah berkah, sekaligus bencana. Diusia ini
orang- orang sibuk bertanya “Kapan Nikah?” Aku yang awalnya biasa aja dan
menjawab dengan guyonan, lama-lama jadi kesel juga karena pertanyaan ini terus
menerus datang seakan nggak ada habisnya. Mungkin, mereka bakal berhenti nanya
kalau secepatnya aku sebar undangan pernikahan?
Wait, wait a minute! Apakah
menikah itu sebuah urgency yang kalau
nggak dilakukan sekarang, akan menjadi malapetakan buat mereka? Aku heran
kenapa orang lain disekitarku sampai sebegitunya mengurusi kehidupan pribaduku.
Pertanyaan lain yang sangat mengganggu adalah “mau sampai kapan kokoreaan
terus? Mending cari jodoh”
What the heck is that— apa yang
salah dengan kokoreaan? aku menghabiskan banyak uang untuk nonton konser idol
korea kesukaanku, streaming youtube menggunakan kuota pribadi, membeli stuff
yang berhubungan dengan “kokoreaan” murni 100% menggunakan uangku, dan sama
sekali nggak mempengaruhi kondisi keungan mereka. I just don’t understand why
people bothered by my “kokoreaan” activity.
Lagi pula, semua orang punya timeline hidup yang berbeda, Cuma karena
teman-teman seangkatan ku udah menikah dan menggendong anak. Apakah aku juga
harus melakukan hal yang sama? Buru- buru mencari pasangan, menikah dan
menggendong anak di usia 23 tahun? Aku nggak ngerti gimana bisa mereka memukul
rata kalau perempuan di usia 23 tahun ini harusnya sudah menikah. Well, nothing
wrong with marriage life. Menikah memang hal yang bagus, untuk mereka yang siap
secara mental, fisik, dan finansial. Sekarang masalahnya adalah nggak semua
orang lahir dengan kondisi finansial yang oke! Lagipula menikah butuh persiapan
yang sangat matang, marriage is a big deal for me.
Sorry to sorry, for people who
keep asking me “Kapan nikah?” here I tell you something. Marriage is not on my
1st goal life. Mungkin beberapa dari teman sebayaku memang menaruh “Menikah”
sebagai tujuan utama hidup mereka, karena memang menikah itu menyempurnakan
agama. But that’s not for me, for now, I have no interest to have marriage
life, In this age. Masih banyak hal yang harus dicapai, banyak hal yang harus
diperbaiki, banyak hal yang harus di perjuangkan ketimbang memikirkan dengan
siapa dan kapan aku harus menikah atau bagaimana caranya agar aku bisa menikah
sebelum usia 24 tahun.
Again, I have to say this “we
born and grow up in the toxic society” orang orang seakan memberi batasan usia,
kalau perempuan wajib dan harus menikah di usia 21, 22 atau 23. Sedangkan laki-
laki bebas mau menikah di usia berapa saja, that’s really unfair. Perempuan
juga punya hak yang sama dengan laki-laki untuk membangun karir, dan
memperbaiki diri hingga kondisi mental nya siap untuk menjadi seorang ibu rumah
tangga. Aku prihatin dengan orang orang yang masih punya pikiran kolot bahwa
perempuan harus menikah di umur sekian, kalau enggak, ya jadi bahan gunjingan
tetangga dan ibu ibu rumpi. Dibilang perawan tua lah, dibilang nggak laku dan
sebagainya.
Kita nggak pernah tahu gimana
orang lain berjuang dengan kondisi ekonomi mereka, siapa tahu sebagian dari
mereka memang pengen menikah Cuma uang nya belum cukup? Siapa tahu, sebagian
dari mereka lebih memprioritaskan untuk membahagiakan keluarga dan mengangkat
drajat orang tua terlebih dulu? Siapa tahu sebagian dari mereka sedang fokus
meniti karir untuk mendapatkan masa depan yang lebi stabil, Siapa tahu sebagian
dari mereka sedang berusaha memperbaiki diri sehingga tuhan akan menjodohkan
dia dengan pasangan terbaik untuknya. Dan kita nggak pernah tahu, mungkin
sebagian dari mereka yang belum nikah punya pengalaman buruk dengan toxic relationship dan masih struggle untuk bisa menjalin hubungan
lagi.
“Who are you to judge?”
Even “Kapan nikah?” adalah
pertanyaan klasik yang udah nggak aneh utuk ditanyakan, tapi lama-lama akan
terdengar sangat annoying. Because you know nothing about another people
story.